Minggu, 27 November 2011


Amalkanlah Marhaenisme.!



Saudara-saudara seluruh keluarga Front Marhaenis,
Saya ikut gembira, bahwa saudara-saudara seluruh keluarga Front Marhaenis pada hari ini merayakan ulang tahun lahirnya PNI dan Marhaenisme; dan saya mengharapkan hendaknya Front Marhaenis terus maju dalam menggalang seluruh kekuatan revolusioner Rakyat Marhaen kita.
Sewaktu saya 36 tahun yang lalu mencetuskan ajaran Marhaenisme, dasar-pokok keyakinan saya adalah bahwa Indonesia Merdeka hanya dapat dicappai apabila kita dapat mempersatukan seluruh kekuatan Rakyat Marhaen itu dalam suatu organisasi yang maha-hebat. Tanpa persatuan bulat antara seluruh kekuatan rakyat kita, Indonesia merdeka tidak mungkin tercapai! Dan tanpa suatu ajaran revolusioner, maka persatuan itu tak mungkin tercapai! Iitulah keyakinan saya pada waktu itu!
Keyakinan saya ini bukan begitu saja tumbuh; atau dalam bahasa Belandanya bukan hasil dari een slaploze nacht; melainkan hasil dari pemikiran yang luas dan mendalam sekali. Pula hasil pengalaman praktek perjuangan saya, baik selaku pemuda dan mahasiswa, maupun kemudian sebagai seorang pemimpin baru dan muda dalam barisan pergerakan rakyat kita, sekitar tahun 1915-1926 dulu.
Dan berdasarkan hasil pemikiran serta praktek perjuangan saya itu, saya mencetuskan ajaran Marhaenisme pada tahun 1927, 36 tahun yang lau; suatu ajaran yang mengandung ilmu perjuangan revolusioner untuk menggalang persatuan Kaum Marhaen, dan yang saya rumuskan pada waktu itu sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
Tanpa persatuan bulat antara seluruh kekuatan rakyat kita, Indonesia merdeka tidak mungkin tercapai! Dan tanpa suatu ajaran revolusioner, maka persatuan itu tak mungkin tercapai! (Bung Karno)
Dalam hal ini memang sayang sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Marxisme. Malahan ajarannya Karl Mar tentang historis-materialisme saya gemari dan saya setujui sepenuhnya, dan saya gunakan, ya… sayatoepassen, saya terapkan pada situasi masyarakat Indonesia. Dan sebagai hasil dari penggunaan toepassing atau penerapan historis materialisme Karl Marx di masyarakat Indonesia dengan ia punya kondisi sendiri, dengan ia punya situasi sendiri, dengan ia punya sejarah sendiri, dengan ia punya kebudayaan sendiri, dan sebagainya lagi, maka saya datang kepada ajaran marhaenisme.
Maka dari itu saya selalu menganjur-anjurkan kepada seluruh Front Marhaenis, bahwa untuk dapat memahami Marhaenisme ajaran saya itu, kita minimal, paling sedikit, harus menguasai dua pengetahuan:
Pertama: Pengetahuan tentang situasi dan kondisi Indonesia, dan
Kedua : Pengetahuan tentang Marxisme.
Siapa yang secara minimal tidak menguasai dua hal itu tak akan dapat memahami Marhaenisme ajaran saya.
Tentang hal ini, maka saya tidak akan jemu-jemunya untuk mengemukakan kepada saudara-saudara dari seluruh Front Marhaenis. Sebabnya ialah tidak lain supaya kita semua jangan sampai salah terima, salah tafsir, dan salah paham antara kita sama kita.
Selain daripada itu, saya ingin supaya kita semua terus menyadari sedalam-dalamnya, bahwa juga dalam alam kemerdekaan sekarang ini ajaran Marhaenisme, seperti yang dasar-dasar pokoknya saya terangkan di atas, masih berlaku penuh. Malahan di dalam alam manipol/Usdek sekarang ini—dan Manipol/Usdek adalah pemancaran dari pancasila—maka dasar-dasar pokok di atas perlu terus kita pegang teguh. Dan tidak hanya kita pegang teguh, tetapi harus kita perluas, perdalam, dan perkembangkan, di medan praktek-perjuangan! Hanya dengan mempraktekkan di medan perjuangannya kaum Marhaen, maka ajaran marhaenisme akan terus bersinar!
Karena itu, saya untuk kesekian kalinya minta perhatian saudara-saudara sepenuhnya, supaya ajaran-ajaran marhaenisme, Pancasila, Manipol/Usdek, beserta segala pedoman-pedoman pelaksanaannya itu terus saudara-saudara perdalam, perluas, dan perkembangkan di medan praktek-perjuangan!
Ini berarti bahwa kita semua harus selalu berjuang di tengah-tengah rakyat Marhaen, membulatkan seluruh kekuatan marhaen, dan bersama-sama dengan kaum Marhaen itu terus berjuang melawan Kapiltalisme, imperialisme, kolonialisme, dan Neo-kolonialisme, di mana pun ia masih bercokol dan berada.
Tetapi, kita tidak boleh berjuang secara “ngawur.” Kita harus berjuang dengan teratur. Teratur dalam ideologinya, dan teratur dalam organisasinya! Barisan kaum Marhaen mesti kokoh dan kuat. Bukan hanya ideologinya yang kokoh-kuat, tetapi juga keorganisasiannya. Dan ajaran Marhaenisme, sebagai ilmu perjuangan dan dasar perjuangan, memberikan kepada kita semua landasan-landasan yang kokoh-kuat untuk menjamin kemenangan kaum Marhaen dalam memperjuangkan cita-cita revolusinya dewasa ini, terutama dalam membangunkan sosialisme Indonesia.
Untuk itu kita harus benar-benar berpegang teguh kepada apinya Marhaenisme, dan jangan kita hanya sekedar mencukil-cukil saja abunya ajaran Marhaenisme.
Karena itu, dalam kita semua memperingati ulang tahun ke-36 lahirnya PNI dan Marhaenisme ini, saya sekali berpesan: Warisi apinya dan jangan abunya.
Dan teruskan apinya itu menyala-nyala untuk persatuan seluruh kekuatan rakyat marhaen yang revolusioner, menuju ke arah kemenangan segala cita-cita revolusi kita, membangunkan sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila
Jakarta, 4 Juli 1963
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI,
(SOEKARNO)
BAPAK MARHAENISME

Selasa, 08 November 2011


Hentikan NEOLIBERALISME.! Rebut Kembali Kedaulatan Nasional.

Guna mewujudkan cita" NASIONAL meliputi: melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. maka para pendiri bangsa telah menitipkan satu pasal dalam UUD 1945, yaitu pasal 33, sebagai fondasi perekonomian yang akan menjamin terciptanya kesejahteraan umum (rakyat). akan tetapi sudah enam puluh enam tahun perjalanan bangsa ini, semangat pasal 33 UUD 1945 antara lain indonesia masih menjadi sumber atau penyedia bahan baku (Batu Bara,Minyak Bumi dll). bagi negeri-negeri KAPITALIS maju (imperialis), Indonesia masih menjadi tempat penanaman modal asing terutama sektor-sektor yg sterategis, Indonsia masih menjadi tempat pemasaran barang-barang hasil produk negara maju sehingga mematikan industriy lokal, indonesia menjadi penyedia tenaga kerja murah, baik untuk keperluan pasar tenaga kerja di dalam negeri maupun pasar pasar tenaga kerja internasional. Gaji buruh di indonesia disebut-sebut salah satu yang paling rendah di asia. sebagai contoh: upah buruh Indonesia lebih rendah tiga hingga empat kali lipat dibandingkan MALAYSIA. ini diperparah lagi dengan pemberlakuan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Dan dalam pandangan kami jika pasal 33 UUD 1945 dijalankan secara benar dan konsisten, maka tidak perlu terjadi hal-hal seperti di atas. Sayangnya, kendati pasal 33 masih ada dalam konstitusi sekarang, tetapi semangatnya sudah dibuang ke keranjang sampah oleh pemerintah dan ekonomi NEOLIBERAL.

terkait latar belakang, berikut sikap politik Gerakan Nasional Pasal 33:
- Laksanakan Pasal 33 UUD 1945
- Lanjudkan Agenda Reforma agrarian UUPA 1960
- Nasionalisasi aset-aset Negara di bawah Kontrol RAKYAT

Sabtu, 01 Oktober 2011


Ir. Soekarno (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

                                               
Rumah Kediaman Ibu Kandung Ir. Soekarno
Penamaan
Nama lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.
Sebutan akrab untuk Ir. Soekarno adalah Bung Karno.

Latar Belakang dan Pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali.
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Masa Pergerakan Nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa Penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.



Masa Perang dan Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Rumah Persembunyian Ir.Soekarno di Rengasdengklok 

Pembacaan Teks Proklamasi



Setelah Pembacaan Teks Proklamasi


Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

Masa Kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
 Ir. Soekarno dan John F Kennedy

Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
 Soekarno dan Jawaharlal Nehru
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia "bercerai" dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat "memenuhi" cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.

Sakit dan Meninggal
Soekarno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Wisma Yaso, Jakarta, setelah mengalami pengucilan oleh penggantinya Soeharto. Jenazahnya dikebumikan di Kota Blitar, Jawa Timur, dan kini menjadi ikon kota tersebut, karena setiap tahunnya dikunjungi ratusan ribu hingga jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Terutama pada saat penyelenggaraan Haul Bung Karno.


Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol. Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji.
Dan dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
 Makam Bung Karno

Apa Kejahatan Bung Karno.?


Pertanyaan itu sebenarnya meluncur dari mulut seorang Sukarno sendiri. Dalam penuturannya kepada Cindy Adams, ia membeberkan sejumlah peristiwa percobaan pembunuhan atas dirinya. Baik penggranatan di Cikini, penembakan pesawat tempur Maukar, penembakan saat sholat Idul Adha tahun 1962, pencegatan Cisalak, penembakan di Makassar pendek kata, sebagai Presiden, Sukarno berkali-kali mengalami percobaan pembunuhan.
Atas rentetan peristiwa itulah, Bung Karno kemudian bertanya, “Apa kejahatanku.? Mengapa mereka mencoba membunuh Sukarno?” Sebuah jawaban yang masuk akal pada saat itu adalah, karena Sukarno bukan seorang Muslim yang patuh. Itulah jawaban versi Islam garis keras pimpinan Kartosuwirjo, yang hendak menggulingkan Pemerintahan Pancasila dan menggantinya dengan Pemerintahan Islam. NKRI menjadi Darul Islam (Rumah Islam/Negara Islam). Hasil penelitian dan penyidikan aparat keamanan memang kemudian mengarah ke sana.
Para pelaku penggranatan dan penembakan berasal dari anasir DI/TII pimpinan Kartosuwirjo. Mereka menuduh Sukarno bukan muslim yang patuh, karenanya patut dibunuh. Ini tentu menjadi ironis, karena dalam banyak literatur, Bung Karno justru dikenal sebagai seorang muslim yang baik.
Satu contoh, mobil Chrysler yang menjadi korban penggranatan di Cikini, antara lain ia dapat justru sebagai muslim yang baik. Tahun 1955, Bung Karno menjalankan ibadah haji. Ia beribadah haji bertepatan dengan hari suci, sehingga ia menjadi seorang Haji Akbar. Haji Besar. Nah, ketika ia hendak kembali ke Tanah Air, Raja Arab Saudi mengatakan, “Presiden Sukarno, mobil Chrysler Crown Imperial ini telah tuan pakai selama berada di sini. Dan sekarang saya menyerahkannya kepada tuan sebagai hadiah.
Kata Bung Karno dalam hati, “Sudah tentu aku idak akan menentang kebiasaan ini (menolak pemberian ini). Di samping itu, aku memang sudah tertarik pada kendaraan itu semnjak aku mulai melihatnya.” Nah, mobil Chrisler ini termasuk salah satu korban penggranatan Cikini.
“Aku selalu ingat kepada sembilan anak dan seorang perempuan hamil yang jatuh tersungkur tak bernyawa di dekatku. Oleh karena itu, tahun 1963 aku membubuhkan tanda tangan menghukum mati Kartosuwirjo. Bukan untuk kepuasan, tetapi demi menegakkan keadilan…” Begitu keterangan Bung Karno menyikapi sikap brutal atas percobaan pembunuhan atas dirinya, lalu merenggut nyawa-nyawa lain untuk kesia-siaan. Para antek dan pelaku peristiwa itu juga kemudian dijatuhi hukuman mati.
Itulah yang bertubi-tubi memenuhi rongga kepala Bung Karno, demi mengingat semua rentetan percobaan pembunuhan atas dirinya. “Apa kejahatan yang aku perbuat?’ Apa kejahatan Bung Karno? Bukan muslim yang taat, begitu versi kaum militan DI/TII.
Apa kejahatan Bung Karno? “Tidak mau ngeblok ke Amerika (Barat), yang itu berarti tidak mau ngeblok sebagai negara kapitalis murni,” begitu alasan Amerika Serikat dan sekutunya yang getol sekali menghabisi Sukarno melalui berbagai bentuk operasi intelijen mereka di Indonesia. Baik melalui individu, maupun dengan cara mendukung gerakan-gerakan separatis yang ada di Indonesia.
Termasuk jika nanti fakta ini terungkap secara terbuka, bahwa G30S/PKI yang berbuntut pada penggulingan Bung Karno, yang juga konom melibatkan anasir KGB (Soviet). Betapa banyak pihak yang berusaha menjatuhkan pemimpin kita yang satu ini. Menanggapi hal itu, suatu hari seorang mantan menteri era Bung Karno, M. Achadi mengatakan, “Presiden yang berjuang untuk kepentingan bangsanya, pasti banyak musuh. Sebaliknya, presiden yang tidak punya musuh, berarti presiden yang tidak bekerja untuk bangsanya.” (roso daras)


Maha Utang Indonesia Pasca Bung Karno


Sekilas tentang seorang jurnalis berkewarganegaraan Belanda, namanya Willem Oltmans. Dia menulis buku “Bung Karno Sahabatku”. Nah, gara-gar “bersahabat” dengan Bung Karno itulah ia kemudian dipecat dari kantornya, suratkabar paling berpengaruh di Belanda, de Telegraaf. Bukan hanya dipecat, Oltmans kemudian juga dipersona-non-grata-kan. Jadilah ia orang buangan.
Sejak itu, ia terus bersahabat dengan Bung Karno. Ia berpindah-pindah kerja dari satu media ke media yang lain. Bahkan jauh setelah Bung Karno dilengserkan oleh anak bangsanya sendiri, dengan bantuan Amerika Serikat.
Pagi ini, saya sarapan bukunya Oltmans. Saya ingat-ingat, ini kali ketiga saya baca-baca bukunya. Gaya bertuturnya yang mengalir, serta sajian data-data yang akurat, membuat tulisan Oltmans cukup enak dinikmati. Lebih dari itu, kumpulan tulisan Oltmans sejatinya adalah sebuah penuangan catatan buku harian. Ia jurnalis yang correct. Yang menuliskan setiap hal secara detail.
Satu hal yang sempat menyedot perhatian saya, adalah tulisan dia berjudul “Penutup (Amsterdam 1995)”. Dalam tulisannya, ia berkisah tentang kunjungannya (kembali) ke Indonesia tahun 1994, setelah 28 tahun lamanya meninggalkan Indonesia. Ya, untuk beberapa waktu, Oltmans sempat berdiam di sini.
Dari catatan Oltmas, ia menyaksikan, betapa kepemimpinan Soeharto berkembang makin buruk saja. Ia mengkitik pedas terhadap perilaku jenderal-jenderal penyokong Soeharto, serta elite-elite yang lain bergelimang hidup mewah. Dalam setiap seremoni di hotel-hotel dan restoran-restoran mewah, mereka pamer kekayaan. Sekadar gambaran, ia kutip kata-kata Iwan Tirta, sang desainer top. Katanya, “Nyonya-nyonya kalau datang tidak mencari kain yang bagus, tetapi mencari kain yang mahal.”
Oltmans pun kemudian menyimpulkan, untuk rakyat Indonesia yang tinggal di desa-desa, kehidupan mereka tidak banyak berubah. Lantas dialirkanlah data, bahwa utang nasional Indonesia selama pimpinan Bung Karno antara 1945 – 1965, tidak sampai tiga miliar dolar. Itu pun, utang-utang untuk pembelian persenjataan bagi usaha pembebasan Irian Barat.
Sementara, periode pasca 1965 hingga 1995 di bawah Soeharto, utang nasional meningkat menjadi 100 miliar dolar. Bahkan data pengamat menyebutkan, jumlah itu terlalu kecil, dan cenderung terus bertambah, yang akan menimbulkan problem finansial bagi Indonesia, seperti Mexico. Sekarang, kita paham betul arti kalimat Oltmans tersebut, khususnya bagi kita yang mengalami badai krisis moneter, krisis multidimensi yang berbuntut jatuhnya Soeharto 1998.
Bung Karno, dalam kepemimpinannya, menolak dengan sekuat tenaga gelombang “investor” asing, karena pada hakikatnya hal itu sama denga praktek imperialisme dengan “baju” ekonomi. Ini beda dengan Soeharto yang selalu memenuhi keinginan Washington, CIA, dan Tokyo. Ia buka lebar-lebar pintu masuk bagi “peminat asing”. Oltmans menyebut contoh, peran Bob Hasan, tokoh hitam kroni Soeharto, yang mengakibatkan sebagian besar pulau Kalimantan hancur-lebur. Hutan-hutan yang berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem, ditebang, dibabat, digunduli demi 10 miliar dolar setahun.
Ah, Oltmans… kamu satu dari sekian banyak orang Belanda yang berkontribusi bagi Indonesia melalui “catatan harian”-mu. Terima kasih. (roso dars)

Tumpas Pemberontakan PKI Madiun dalam Dua Minggu


Penumpasan pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, tak lepas dari peran penting Panglima Besar Jenderal Soedirman. Pas tangal 18 September 1948, saat matahari condong ke barat, kabar itu sampai ke pemerintah pusat di Yogyakarta. Kabar gawat, yang mewartakan meletusnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun.
Saat berita itu tiba di Istana (waktu itu dikenal dengan sebutan Gedung Agung), Panglima Soedirman tengah berada di Magelang. Yang pegang kendali ketika itu adalah Kolonel AH Nasution selaku Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Dialah yang segera dipanggil Presiden Sukarno menghadapnya di Gedung Agung.
Kepada Presiden Sukarno, ia memaparkan rencana operasi penumpasan pemberontakan PKI di Madiun. Di sela-sela rapat di Gedung Agung, yang antara lain juga dihadiri Menko Keamanan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Segera setelah tuntas Nasution memaparkan konsep penumpasan pemberontaka, berkata Bung Karno, “Sebagai seorang yang telah berbulan-bulan langsung berhadapan dengan PKI, baik sebagai pejabat maupun pribadi, saya dapat konsepsikan dengan segera rencana pokok untuk menindak PKI.”
Tak lama, keluarlah keputusan presiden. Intinya, berupa perintah kepadaa Angkatan Perang Republik Indonesia untuk menyelamatkan pemerintah dalam menindak pemberontakan, dan menangkap tokoh-tokohnya, serta membubarkan organisasi-organisasi pendukungnya, atau simpatisannya.
Sidang kabinet untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun itu hanya berlangsung kurang dari setengah jam. Setelah itu, Presiden Sukarno menyerahkan mandat pelaksanaanya kepada Jenderal Soedirman. Sementara, untuk pelaksanaannya, Nasution masih menunggu sidang kabinet, yang rencananya baru akan digelar menjelang tengah malam.
Nah, pada sidang kabinet itu, Jenderal Soedirman sudah hadir. Tidak banyak perdebatan dalam sidang kabinet yang membahas penumpasan pemberontakan PKI di Madiun. Hanya Haji Agus Salim saja yang berkomentar. Katanya, “Kalau sudah begini, tentulah menjadi tugas tentara.” Sidang itu hanya berlangsung beberapa menit untuk kemudian memutuskan penumpasan pemberontakan tadi.
Jenderal Soedirman segera menugaskan Kolonel Nasution dan Letkol Soeharto Komandan Brigade X untuk bergerak pada malam itu juga, dan menyampaikan laporannya keesokan harinya. Maka malam itu juga, tentara berhasil melucuti persenjataan Front Demokrasi Rakyat Yogyakarta. Di samping itu, menangkapi sejumlah pentolan yang berafiliasi ke PKI, seperti Alimin, Djoko Sudjono, Abdulmadjid, Tan Ling Djie, Sakirman, dan Siauw Giok Tjan.
Semua penerbitan yang berafiliasi ke PKI juga diberangus, percetakannya disegel. Poster-poster dan spanduk-spanduk Front Demokrasi Rakyat dibersihkan, dan diganti poster-poster bertuliskan, “Kami hanya mengakui pemerintah Sukarno-Hatta”. Keseluruhan operasi itu selsai sebelum ayam berkokok. Persis sesuai instruksi Jenderal Soedirman.
Pagi hari menjelang siang, Jenderal Soedirman sudah menerima laporan lengkap dari Kolonel Nasution dan Letkol Soeharto. Setelah itu, dilanjutkan Rapat Dewan Siasat Militer. Panglima Soedirman kemudian mengeluarkan keputusan-keputusannya. Antara lain, mengangkat Kolonel Sungkono sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur. Ia mengirim Brigade II Siliwangi di bawah pimpina Letnan Kolonel Sadikin, guna merebut kembali Madiun. Sedangkan Letnan Kolonel Koesno Oetomo memimpin Brigade I Siliwangi buat merebut Purwodadi, Blora, Pati, dan Kudus.
Keseluruhan operasi penumpasan pemberontakan PKI Madiun itu hanya diberi waktu dua minggu. Prajurit tuntas mengemban tugas, hingga tertangkapnya semua pentolan PKI, bahkan hingga ke eksek