Selasa, 27 September 2011


Badan pesan

Jadi, apakah bisa dikatakan bahwa Bung Karno adalah seorang nasionalis yang
Muslim dan berhaluan fikiran kiri? Ya, tetapi bukan hanya itu saja! Dari
sejarahnya sejak muda belia, nyatalah dengan jelas bahwa ia adalah seorang
pejuang nasionalis yang tidak tanggung-tanggung. Dalam soal
ke-nasionalisme-an, Bung Karno adalah tokoh raksasa. Dan, sebagai seorang
nasionalis revolusioner, perjuangannya adalah yang paling menonjol dalam
sejarah bangsa Indonesia sampai dewasa ini. Ia juga bukan seorang Muslim
yang sembarangan, yang pengetahuannya tentang Islam hanya dangkal-dangkal
saja, atau hanya pura-pura menganut agama Islam. Ia adalah seorang haji,
yang pernah menyatakan kalau ia meninggal supaya mayatnya diselimuti dengan
bendera Muhammadiyah. Ia juga seorang kepala negara yang revolusioner, yang
berpandangan kiri dan tidak anti kepada marxisme dan tidak anti kepada PKI.
 
Mengingat hiruk-pikuk tentang "sweeping" terhadap penerbitan kiri dan
hingar-bingar tentang anti-komunisme yang akhir-akhir ini menjadi "topik"
hangat dalam pers dan percakapan banyak orang, maka tulisan yang kali ini
mencoba memberikan sekadar sumbangan bahan-bahan untuk pemikiran bersama
dalam perdebatan publik dewasa ini. Dan karena HUT ke-100 Bung Karno akan
diperingati tidak lama lagi, maka penyajiannya juga diakomodasikan dengan
peristiwa ini. Sebab, menampilkan kembali berbagai fikiran Bung Karno dalam
konteks yang sekarang ini, mungkin bisa menjadi bahan referensi bagi banyak
orang tentang arah yang perlu kita tempuh bersama sebagai bangsa yang
beradab.
 
Sebagai "pembuka" penyajian masalah, maka dikutip di sini bagian-bagian
kecil pidato kenegaraan Bung Karno pada tanggal 17 Agustus 1960, yang
diambil dari koleksi "Di bawah Bendera Revolusi" jilid dua. Keseluruhan
pidato ini agak panjang, dari halaman 395 sampai 435 (40 halaman), dan
merupakan kelanjutan dari pidatonya yang amat penting setahun sebelumnya,
yaitu yang terkenal kemudian dengan Manifesto Politik (Manipol). Bagi mereka
yang ingin mengetahui gagasan-gagasan besar Bung Karno, adalah perlu sekali
untuk mempelajari isi kedua pidato ini, di samping pidato-pidatonya yang
lain. Sebab, dengan membaca karya-karya aslinya dan mendengarkan
pidato-pidatonyalah -yang dipadukan dengan memperhatikan
praktek-prakteknya - kita bisa menilai betapa pentingnya ajaran-ajarannya
mengenai berbagai masalah besar bangsa.
 
 
AKIBAT PERANG DINGIN : KOMUNISTO-PHOBI
 
Bagian kecil pidatonya tahun 1960 itu adalah sebagai berikut:
" Beberapa tahun sesudah Proklamasi Kemerdekaan kita, maka terjadilah di
luar negeri, - kemudian juga meniup di angkasa kita -, apa yang dinamakan
"perang dingin". Perang dingin ini sangat memuncak pada kira-kira tahun
1950, malah hampir-hampir saja memanas menjadi perang panas. Ia amat
menghambat pertumbuhan-pertumbuhan progresif berbagai negara. Tadinya,
segera sesudah selesainya Perang Dunia yang ke-II, aliran-aliran di
mana-mana mulailah berjalan pesat.
"Tetapi pada kira-kira tahun 1950, sebagai salah satu penjelmaan daripada
perang dingin yang menghebat itu, aliran-aliran progresif mudah sekali dicap
"Komunis". Segala apa saja yang menuju angan-angan baru dicap "Komunis".
Anti-kolonialisme - Komunis. Anti exploitation de l'homme par l'homme -
Komunis. Anti-feodalisme - Komunis. Anti kompromis - Komunis. Konsekwen
revolusioner - Komunis.
"Ini banyak sekali mempengaruhi fikiran orang-orang, terutama sekali
fikirannya orang-orang yang memang jiwanya kintel. Dan ini pun terus
dipergunakan (diambil manfaatnya) oleh orang-orang Indonesia yang memang
jiwanya jiwa kapitalis, feodalis, federalis, kompromis, blandis, dan
lain-lain sebagainya.
"Dus : Orang-orang yang jiwanya negatif menjadilah menderita penyakit "takut
kalau-kalau disebut kiri", "takut kalau-kalau disebut Komunis". Kiri-phobi
dan komunisto-phobi membuat mereka menjadi konservatif dan reaksioner dalam
soal-soal politik dan soal-soal pembangunan sosial-ekonomis. Dan,
orang-orang yang jiwanya memang objektif ingin menegakkan kapitalisme dan
feodalisme, mengucapkan selamat datang kepada peng-capan kiri dan
peng-capan Komunis yang dipropagandakan oleh satu fihak daripada perang
dingin itu.
"Sampai sekarang masih saja ada orang-orang yang tidak bisa berfikir secara
bebas apa yang baik bagi rakyat Indonesia dan apa keinginan Rakyat
Indonesia, melainkan � priori telah benci dan menentang segala apa saja yang
mereka sangka adalah kiri dan adalah "Komunis".
"Dua sebab subjektif dan objektif itu membuat beberapa golongan dari Rakyat
Indonesia menjadi konservatif dan reaksioner, anti-progresif dan
anti-revolusioner " (kutipan dari halaman 406 dan 407)..
 
Para pembaca yang budiman. Mohon dicatat bahwa pidato ini diucapkan 5 tahun
sebelum terjadinya peristiwa G30S, dan setahun sesudah diucapkannya pidato
Manifesto Politik (Manipol) dan juga setahun sesudah Kongres PKI ke-6, yang
resepsinya dihadiri oleh Bung Karno (tentang hal ini ada catatan tersendiri.
Pen.). Waktu itu, Bung Karno sudah mengecam, memperingatkan, bahkan
"memarahi" orang-orang yang anti-Marxisme atau anti-Komunis. Kalau dibaca
karya-karyanya atau didengar pidato-pidatonya, maka akan nyatalah bahwa
hampir dalam semua pidatonya itu tercermin keinginannya yang menyala-nyala
(atau cita-citanya yang paling diidam-idamkannya), yaitu : tergalangnya
persatuan revolusioner dari seluruh potensi bangsa, termasuk golongan
komunis.
 
 
PERSATUAN REVOLUSIONER DAN GOTONG ROYONG
 
Hal yang demikian itu juga nampak jelas sekali dalam bagian lain pidatonya
yang itu juga, yang berbunyi sebagai berikut:
"Di Indonesia ini memang telah ada ada tiga golongan-besar "revolutionaire
krachten", yaitu Islam, Nasional, dan Komunis. Senang atau tidak senang, ini
tidak bisa dibantah lagi! Dewa-dewa dari Kayanganpun tidak bisa membantah
kenyataan ini! Jikalau benar-benar kita hendak melaksanakan Manifesto
Politik-USDEK, jikalau kita benar-benar setia kepada Revolusi, jikalau
benar-benar kita setia kepada jiwa Gotong Royong, jikalau benar-benar kita
tidak kekanak-kanakan tetapi sedar benar-benar bahwa Gotong Royong,
Persatuan, Samenbundeling adalah keharusan dalam perjuangan anti
imperialisme dan kapitalisme, maka kita harus mewujudkan persatuan antara
golongan Islam, golongan Nasional, dan golongan Komunis itu. Maka kita tidak
boleh menderita penyakit Islamo-phobi, atau Nasionalisto-phobi, atau
Komunisto-phobi!
"Janganlah mengira bahwa saya ini orang yang sekarang ini memberi "angin"
kepada sesuatu fihak saja. Tidak! Saya akan bersyukur kepada Tuhan kalau
saya mendapat predikat revolusioner. Revolusioner di masa dulu, dan
revolusioner di masa sekarang. Justru oleh karena saya revolusioner, maka
saya ingin bangsaku menang. Dan justru oleh karena saya ingin bangsaku
menang, maka dulu dan sekarang pun saya membanting tulang mempersatukan
semua tenaga revolusioner, - Islamkah dia, Nasionalkah dia, Komuniskah dia!
"Bukalah tulisan-tulisan saya dari zaman penjajahan. Bacalah tulisan saya
panjang-lebar dalam majalah "Suluh Indonesia Muda" tahun 1926, tahun
gawat-gawatnya perjoangan menentang Belanda. Di dalam tulisan itupun saya
telah menganjurkan, dan membuktikan dapatnya, persatuan antara Islam,
Nasionalisme, dan Marxisme. Saya membuka topi kepada Saudara Haji Muslich,
tokoh alim-ulama Islam yang terkemuka, yang menyatakan beberapa pekan yang
lalu persetujuannya kepada persatuan Islam-Nasional-Komunis itu, oleh karena
persatuan itu memang perlu, memang mungkin, memang dapat." (dikutip dari
halaman 414, Di bawah Bendera Revolusi, jilid dua).
 
* * *
 
Dapatlah dimengerti, kiranya, bahwa ada orang-orang (terutama di kalangan
muda) yang "kaget" atau termangu-mangu ketika membaca kutipan di atas.
"Ungkapan" yang demikian itu sudah hilang, tidak pernah terdengar lagi,
selama lebih dari 30 tahun!!! Dan, mungkin ada juga yang bertanya-tanya
dalam hati, apakah betul Bung Karno, sebagai Presiden, Kepala Negara dan
Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI pernah mengucapkan hal-hal yang
seperti itu? Dan, barangkali juga, ada yang bertanya-tanya mengapa Bung
Karno sampai berbicara semacam itu.
 
Kalau memang betul ada orang-orang yang sampai mempertanyakannya, itulah
salah satu di antara bukti-bukti tentang betapa hebatnya "pembrangusan"
suara Bung Karno selama puluhan tahun ini oleh Orde Baru/GOLKAR. Itulah
bukti juga bahwa bangsa Indonesia telah secara sengaja dibikin "lupa" kepada
sejarahnya sendiri. Bahwa bangsa Indonesia (terutama generasi muda) menjadi
tidak mengenal sejarah perjuangan Bung Karno adalah dosa besar Orde
Baru/GOLKAR. Bahwa dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah hanya
disajikan sejarahnya secara superfisial atau sepotong-potong - bahkan
dengan konotasi yang negatif - adalah sesuatu yang untuk selanjutnya di
kemudian hari harus dikoreksi, dirombak, atau disusun kembali.
 
 
SEGALA-GALAANYA UNTUK DAN DEMI RAKYAT!
 
Sekarang ini, dan untuk selanjutnya, bangsa kita berhak untuk mengenal
sejarah Bung Karno sebaik mungkin atau sebanyak mungkin. Oleh karena itu,
buku-buku yang berisi karya-karya aslinya atau gagasan-gagasannya perlu
disebar-luaskan secara bebas dan seluas-luasnya. Di samping itu, perlu
dianjurkan atau didorong lahirnya berbagai tulisan tentang sejarah
perjuangannya, tentang jasa-jasanya kepada rakyat dan bangsa, dan juga
tentang kesalahan-kesalahannya. Dengan demikian, maka ada bahan atau sarana
bagi rakyat dan bangsa untuk mengetahui bahwa rakyat Indonesia pernah
mempunyai seorang pemimpin yang besar dan patut dijadikan kebangggaan
rakyat. Juga, dengan demikian, rakyat kita tahu juga bahwa Bung Karno telah
menjadi korban dari para pendiri sistem politik Orde Baru/GOLKAR.
 
Rakyat perlu dan berhak tahu, bahwa pengkhianatan para pendiri Orde
Baru/GOLKAR terhadap Bung Karno, pada hakekatnya adalah juga pengkhianatan
terhadap rakyat. Sebab, sejarah sudah membuktikan, secara nyata pula, bahwa
Bung Karno memang berjuang untuk kepentingan rakyat banyak, terutama
"rakyat" kecil. Kalau dibaca karya-karyanya dan didengar pidato-pidatonya,
maka jelas sekali bahwa titik pusat perjuangannya adalah untuk membebaskan
rakyat dari segala macam penindasan dan penghisapan. Oleh karena itulah,
sebagai seorang revolusioner yang ingin berjuang untuk kepentingan rakyat
kecil, ia telah menciptakan Marhaenisme.
 
Marhaenisme mengangkat masalah penghisapan dan penidasan "rakyat kecil"
yang terdiri dari kaum tani miskin, petani kecil, buruh miskin, pedagang
kecil - kaum melarat Indonesia - yang dilakukan oleh para kapitalis,
tuan-tanah, rentenir dan golongan-golongan penghisap lainnya. Ungkapan yang
sering dipakai oleh Bung Karno, dan yang paling terkenal, adalah "l'
exploitation de l'homme par l'homme" (penghisapan manusia oleh manusia).
Marhaenisme, yang telah dilahirkannya dan dikembangkannya antara tahun
1930-1933 merupakan pemikiran-pemikiran kiri yang senafas dengan Marxisme.
Karyanya ini, seperti banyak karyanya yang lain, menunjukkan dengan jelas
bahwa baginya, kepentingan rakyat adalah tujuan akhir dari segala-galanya.
 
Ketika dewasa ini kita sedang memperingati HUT ke-100 Bung Karno, perlu
sekali menyoroti masalah satunya, atau bersatunya, atau kesatuannya jiwa
Bung Karno dengan jiwa kerakyatan ini. Untuk itu, barangkali ada gunanya
untuk dikutip satu bagian kecil pidatonya tahun 1957, yang berbunyi sebagai
berikut :
 
"Coba ingatkan kembali pergerakan kita dulu sebelum mencapai kemerdekaan.
Dulu kita semua adalah "rakyati", dulu kita semua adalah "volks". Api
pergerakan kita dulu itu kita ambil dari dapur apinya rakyat. Segala fikiran
dan angan-angan kita dulu itu kita tujukan kepada kepentingan rakyat. Tujuan
pergerakan kita dulu itu yalah masyarakat adil dan makmur bagi rakyat.
Segala apa-saja sebagai hasil penggabungan tenaga rakyat, dulu kita pakai
sebagai alat perjuangan. Segenap kekuatan perjuangan kita dulu adalah
kekuatan rakyat. (Di bawah Bbendera Revolusi, halaman 285).
 
"Sebenarnya, semua dasar-dasar daripada perjuangan kita dahulu, tetap
berlaku bagi zaman sekarang. Hanya, sekarang, dalam alam kemerdekaan ini har
us ditujukan kepada hal-hal yang lebih kongkrit; ditujukan kepada hal-hal
yang bersangkut-paut dengan penghidupan rakyat sehari-hari. Tetapi
dasar-dasarnya harus tetap. Kekuatan kita harus tetap bersumber kekuatan
rakyat. Api kita harus tetap apinya semangat rakyat. Pedoman kita harus
tetap kepentingan rakyat. Tujuan kita harus tetap masyarakat adil dan
makmur, masyarakat "rakyat untuk rakyat". Karakteristik segenap
tindak-tanduk perjuangan kita harus tetap karakteristik rakyat, yaitu
karakteristik rakyat Indonesia sendiri dan karakteristik bangsa Indonesia
sendiri" (Di bawah Bendera Revolusi, halaman 286).
 
 
PENGGULINGAN BUNG KARNO : PENGKHIANATAN THD RAKYAT
 
Itulah, Bung Karno! Karenanya, orang-orang yang anti Bung Karno (waktu itu,
dan juga sekarang) tidak bisa menyerang Bung Karno dengan tuduhan bahwa ia
membohongi rakyat, atau menindas rakyat, atau merugikan kepentingan rakyat.
Bung Karno tidak bisa diserang dengan dalih bahwa apa yang ia ucapkan adalah
berbeda dengan apa yang ia laksanakan. Justru sebaliknya, ia diserang justru
karena ia menyuarakan hati nurani rakyat. Ia dimusuhi karena ia bersatu
dengan rakyat. Oleh karena itu, penggulingan Bung Karno oleh para pendiri
Orde Batu/GOLKAR adalah sesungguhnya pengkhianatan terhadap Amanat
Penderitaan Rakyat.
 
Pengalaman selama Orde Baru lebih dari 32 tahun, yang akibat-akibatnya
masih bisa disaksikan sampai sekarang, adalah buktinya. Dewasa ini
diperkirakan ada 40 juta orang yang menganggur dan setengah menganggur,
tetapi sebaliknya lapisan-lapisan tertentu masyarakat hidup dalam kemewahan
yang asalnya adalah dari cara-cara yang haram atau tidak bermoral. Selama
puluhan tahun selalu digembar-gemborkan bahwa Orde Baru adalah "orde
pembangunan". Adalah kenyataan yang sama-sama kita saksikan dewasa ini bahwa
Orde Baru/GOLKAR adalah justru orde perusakan secara besar-besaran :
semangat revolusioner bangsa sudah dipadamkan, nasionalisme patriotik
mengalami erosi besar-besaran, jiwa gotong-royong dimandulkan, persatuan
antar-suku diporak-porandakan, kerukunan antar-agama dirusak.
 
Supaya lebih jelas bahwa penggulingan Bung Karno adalah pengkhianatan
terhadap Amanat Penderitaan Rakyat bisa juga kita lihat dari segi-segi yang
lain, antara lain : banyak para "elite" yang bicara lantang atas nama rakyat
dan demi rakyat tetapi sekaligus juga mencuri kekayaan negara secara
besar-besaran. Pelaku-pelaku berat di bidang kejahatan kriminal, kejahatan
politik, kejahatan ekonomi kelas kakap, dan kejahatan kemanusiaan masih
bebas lenggang-kangkung saja, karena mereka bisa "membeli" aparat-aparat
negara. Para pejabat pemerintah dan para politisi (termasuk sebagian besar
para pimpinan partai dan anggota "dewan perwakilan rakyat") sudah
mempersetankan missi mereka sebagai pengabdi kepentingan rakyat. Kejujuran
sudah menjadi sifat yang langka. Ringkasnya, kehidupan moral sudah mengalami
pembusukan secara besar-besaran.
 
 
AJARAN BUNG KARNO DIMUSUHI ORDE BARU
 
Sekarang makin jelas, bahwa ajaran-ajaran dan politik Bung Karno, yang sudah
menjadi pedoman perjuangan rakyat dan bangsa selama puluhan tahun telah lama
ditentang dan dirusak oleh Orde Baru, yang sebagian akibat-akibatnya
tergambar seperti di atas. Maka, sekarang makin terasalah adanya kebutuhan
untuk mengisi kembali kekosongan spiritual bangsa dengan ajaran-ajaran
revolusioner dan kerakyatan Bung Karno. Sebab, ternyata, bahwa Orde Baru
selama 32 tahun tidak bisa - dan tidak mungkin !!! - menciptakan pedoman
spiritual dan moral bagi rakyat dan bangsa. Bahkan sebaliknya, pedoman yang
sudah ada pun telah dicampakkannya. Pancasila pun yang disajikan sebagai
"plagiat" selama puluhan tahun, telah diisi oleh Orde Baru dengan
praktek-praktek yang justru bertentangan sama sekali dengan jiwa asli
Pancasilanya Bung Karno.
 
Kalau kita teliti karya dan sejarah Bung Karno, maka jelaslah bahwa
ajaran-ajaran atau gagasan-gagasan Bung Karno mengenai kehidupan bangsa dan
negara adalah revolusioner dan kiri dan mengangkat kepentingan rakyat
sebagai panglima. Justru karena itulah maka amat penting untuk menampilkan
kembali ajaran-ajarannya pada dewasa ini, demi kepentingan rakyat dan
kebaikan kehidupan bangsa sebagai keseluruhan. Menampilkan ajaran Bung Karno
dewasa ini mungkin akan ada gunanya bagi para "elite" di berbagai kalangan,
supaya mereka ingat kepada tugas dan tanggungjawab mereka masing-masing
terhadap kepentingan rakyat. Mungkin ada gunanya juga untuk mengingatkan
"mereka" yang sedang "memerangi" buku-buku kiri dan marxist, atau yang
mendirikan posko-posko anti-komunis, bahwa jalan yang mereka tempuh adalah
jalan yang salah dan, juga, menyesatkan.
 
Tetapi, mengingat masih besarnya effek racun yang sudah dicekokkan oleh Orde
Baru/GOLKAR selama puluhan tahun, bisalah dimengerti bahwa pekerjaan ini
tidak mudah, dan akan mengalami rintangan atau menghadapi perlawanan dari
mereka-mereka yang ingin tetap meneruskan praktek-praktek rezim militer
Suharto dkk. Namun, mengingat akan besarnya kerusakan-kerusakan yang telah
dibikin oleh Orde Baru/GOLKAR, maka mau tidak mau, rakyat dan bangsa kita
perlu dibangkitkan kembali untuk bisa menempuh jalan yang benar. Dalam
rangka inilah penyebaran kembali ajaran-ajaran Bung Karno mungkin akan bisa
memberikan sumbangan besar untuk pendidikan bangsa.
 
Kalau untuk tujuan yang luhur ini masih ada saja yang menentang - melalui
berbagai cara dan bentuk-, maka hal yang demikian itu membuktikan bahwa
sisa-sisa fikiran dan praktek-praktek Orde Baru (yang telah membodohkan
banyak orang!) masih tetap meracuni benak mereka. Karenanya, perjuangan
untuk melawan fikiran-fikiran terbelakang semacam ini perlu digelar
terus-menerus bersama-sama, demi pendidikan politik dan moral bagi rakyat
dan demi peningkatan peradaban dan kebudayaan berfikir bangsa.

SYARAT POKOK KEANGGOTAAN GmnI
 
 

KEANGGOTAAN

 
Perhatikan syarat-syarat pokok bagi keanggotaan GmnI berikut ini. Bila saudara sudah mantap dalam menentukan pilihan, renungkan kembali berbagai muatan missi perjuangan GmnI. Bila saudara tetap mantap dalam menentukan pilihan, bukalah lembaran berikut, dan teguhkanlan janji didalam hati masing-masing, dan terakhir, print page Ikrar Prasetya Pejuang Pemikir-Pemikir Pejuang Indonesia, dan tanda-tangani. Segera ajukan kepada DPC GmnI terdekat.
 

I.1. Syarat-Syarat Anggota

 
Mahasiswa Indonesia yang menyetujuai Azas/ Doktrin serta tujuan dan usaha-usaha Organisasi. Mengajukan permohonan tertulis dan menyatakan setia pada Garis Perjuangan dan sanggup menaati semua peraturan organisasi. Tidak menjadi anggota organisasi lain yang tujuan dan prinsip perjuangannya berbeda/ bertentangan dengan GmnI. Telah mengikuti Program Penerimaan Anggota Baru (PPAB)/ Masa Gemblengan Anggota (MGA) GmnI.
 

I.2. Hak-hak Anggota

 
Bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usul kepada pimpinan baik lisan maupun tulisan. Hak bersuara dan berbicara didalam lembaga permusyawaratan atau dalam rapat anggota. Hak memilih dan dipilih. Hak memeriksa dan meminta pertanggung-jawaban pimpinan GmnI dalam lembaga permusyawaratan atau dalam rapat anggota. Hak membela diri dalam Kongres GmnI.
 

I.3. Kewajiban Anggota

 
Wajib aktif dalam menjalankan/ melaksanakan tujuan serta usaha dan program organisasi. Wajib mengikuti rapat, diskusi dan pendidikan atau kegiatan lain yang diselenggarakan oleh organisasi. Wajib membayar uang pangkal dan iuran anggota.
 

I.4. Kehilangan Keanggotaan

 
Bukan berstatus mahasiswa lagi, kecuali bagi yang mendapat pengecualian menurut Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga GmnI. Bukan Warga Negara Republik Indonesia lagi. Mengundurkan diri dari GmnI melalui Surat Pengunduran Diri kepada lembaga pimpinan GmnI. Meninggal dunia. Dipecat, setelah tidak mampu membela diri didepan Kongres GmnI.
 
 
 
 
 
 
 
 
IKRAR PRASETYA KORPS
PEJUANG PEMIKIR - PEMIKIR PEJUANG
 
 
Kami, anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia adalah Pejuang Pemikir - Pemikir Pejuang Indonesia, dan berdasarkan pengakuan ini, Kami mengaku bahwa:
 
Kami adalah Makhluk ciptaan Tuhan Al-Khalik, dan bersumber serta bertaqwa kepada-Nya.
 
Kami adalah Warga Negara Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila dan setia kepada cita-cita revolusi 17 Agustus 1945.
 
Kami adalah Pejuang Indonesia yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, lahir dari rakyat yang berjuang, dan senantiasa siap sedia berjuang untuk dan bersama rakyat, membangun masyarakat Pancasila.
 
Kami adalah Patriot Indonesia, yang percaya kepada kekuatan diri sendiri, berjiwa optimis dan dinamis dalam perjuangan, senantiasa bertindak setia-kawan kepada sesama kawan seperjuangan.
 
Kami adalah Mahasiswa Indonesia, penuh kesungguhan menuntut ilmu dan pengetahuan setinggi-tingginya untuk diabdikan kepada kepentingan rakyat dan kesejahteraan umat manusia.
 
Berdasarkan pengakuan-pengakuan ini, Demi Kehormatan, kami berjanji akan bersungguh-sungguh menjalankan kewajiban untuk mengamalkan semua pengakuan ini dalam karya hidup kami sehari-hari.
 
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati niat dan tekad kami, dengan taufik dan hidayat-Nya serta dengan inayat-Nya.
 
 
 
Balikpapan, ……………………….
 
 
 
 
(____________________________)
 
 
PERHATIKAN:
Ikrar ini harus ditandatangani oleh setiap Calon Anggota/ Anggota. Sebelum membubuhkan tanda-tangan, saudara harus membaca dan merenungkan isi Ikrar ini. Bila saudara sudah berkeyakinan mantap akan dapat melaksanakan isi Ikrar, saudara dipersilahkan untuk menyerahkan kepada DPC GmnI terdekat.
 
Bila masih ragu-ragu, saudara agar berdo'a mohon petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa.

SEJARAH SINGKAT

GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA
lahir sejak September 1953,
berdiri sejak 22 Maret 1954
 
 
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, atau disingkat GmnI, lahir sebagai hasil proses peleburan 3 (tiga) organisasi mahasiswa yang berazaskan Marhaenisme Ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi itu ialah:
 
1.        GERAKAN MAHASISWA MARHAENIS, berpusat di Jogjakarta
2.        GERAKAN MAHASISWA MERDEKA, berpusat di Surabaya
3.        GERAKAN MAHASISWA DEMOKRAT INDONESIA, berpusat di Jakarta.
 
Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo.
 
Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi yang seazas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat sambutan positip.
 
Setelah melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada Rapat Bersama antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain:  Setuju untuk melakukan fusi.
 
Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi bernama "Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia " (GmnI).
 
Azas organisasi adalah: MARHAENISME ajaran Bung Karno.
 
Sepakat mengadakan Kongres I GmnI di Surabaya, dalam jangka waktu enam bulan setelah pertemuan ini.
 
Para pimpinan tiga organisasi yang hadir dalam pertemuan ini antara lain:
 
Dari Gerakan Mahasiswa Merdeka:
- SLAMET DJAJAWIDJAJA
- SLAMET RAHARDJO
- HERUMAN
 
Dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis:
- WAHYU WIDODO
- SUBAGIO MASRUKIN
- SRI SUMANTRI MARTOSUWIGNYO
Dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia:
- S.M. HADIPRABOWO
- DJAWADI HADIPRADOKO
- SULOMO
 
PENTING: Baca Pidato SM. Hadiprabowo di Kongres V Salatiga 1969
 
 
Hasil kesepakatan tersebut, akhirnya terwujud.
Dengan direstui Presiden Sukarno, pada tanggal 22 Maret 1954, dilangsungkan KONGRES I GmnI di Surabaya. Momentum ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi GmnI (Dies Natalis) yang diperingati hingga sekarang. Adapun yang menjadi materi pokok dalam Kongres I ini, selain membahas hasil- hasil kesepakatan antar tiga pimpinan organisasi yang ber-fusi, juga untuk menetapkan personil pimpinan di tingkat pusat.
 
Sehubungan dengan banyak persoalan yang sebenarnya belum terselesaikan dalam forum Kongres I, maka dua tahun kemudian (1956), GmnI kembali menyelenggarakan KONGRES II GmnI di Bandung, dengan pokok persoalan di seputar masalah konsolidasi internal organisasi. Sebagai hasil realisasi keputusan Kongres II ini, maka Organisasi cabang GmnI GmnI mulai tertata di beberapa kota.
 
Akibat dari perkembangan yang kian meningkat di sejumlah basis organisasi, tiga tahun setelah Kongres II, GmnI kembali menyelenggarakan KONGRES III GmnI di Malang tahun 1959, yang dihadiri sejumlah Utusan cabang yang dipilih melalui Konperensi Cabang masing-masing. Berawal dari Kongres III ini, GmnI mulai meningkatkan kiprahnya, baik dalam lingkup dunia perguruan tinggi, maupun ditengah-tengah masyarakat.
 
Dalam kaitan dengan hasil Kongres III ini, masih pada tahun yang sama (1959) GmnI menyelenggarakan Konperensi Besar GmnI di Kaliurang Jogjakarta, dan Presiden Sukarno telah berkenan ikut memberikan Pidato Sambutan yang kemudian dikenal dengan judul "Hilangkan Steriliteit Dalam Gerakan Mahasiswa !".
 
Untuk lebih memantapkan dinamika kehidupan pergerakan GmnI, maka direncanakan pada tahun 1965 akan diselenggarakan Kongres V GmnI di Jakarta. Namun Kongres V tersebut gagal terlaksana karena gejolak politik nasional yang tidak menentu akibat peristiwa G30S/PKI. Kendati demikian, acara persiapannya sudah sempat direalisiir yakni Konperensi besar GmnI di Pontianak pada tahun 1965. Dalam Konferensi besar ini telah dihasilkan kerangka Program Perjuangan, serta Program Aksi bagi Pengabdian Masyarakat.
 
Dampak peristiwa G30S/PKI bagi GmnI sangat terasa sekali, sebab setelah peristiwa tersebut, GmnI dihadapkan pada cobaan yang cukup berat. Perpecahan dalam kubu Front Marhaenis ikut melanda GmnI, sehingga secara nasional GmnI jadi lumpuh sama sekali. Di tengah hantaman gelombang percaturan politik nasional yang menghempas keras, GmnI mencoba untuk bangkit kembali melakukan konsolidasi. Terlaksana KONGRES V GmnI di Salatiga tahun 1969 (yang seharusnya di Jakarta tetapi gagal dilaksanakan). Namun Kongres V ini tetap belum bisa menolong stagnasi organisasi yang begitu parah.
 
Namun demikian kondisi ini tampaknya telah membangkitkan kesadaran kesadaran baru dikalangan warga GmnI, yakni kesadaran untuk tetap bergerak pada kekuatan diri sendiri, maka mulai 1969, thema "Independensi GmnI " kembali menguasai lam pikiran para aktivis khususnya yang berada di Jakarta dan Jogjakarta. Tuntutan Independensi ini mendapat reaksi keras, baik dari kalangan Pimpinan Pusat GmnI maupun dari PNI/Front Marhaenis. Tuntutan independensi ini sebenarnya merupakan upaya GmnI untuk kembali ke "Khittah" dan "Fitrah" nya yang sejati. Sebab sejak awal GmnI sudah independen. Tuntutan ini sesungguhnya sangat beralasan dan merupakan langkah antisipasi, sebab tidak lama kemudian terjadi restrukturisasi yang menyebabkan PNI/FM berfusi kedalam PDI.
 
Setelah gejolak politik reda GmnI kembali memanfaatkan momentum tersebut untuk membangun kembali organisasinya. Dilaksanakan KONGRES VI GmnI di Ragunan-Jakarta tahun 1976, dengan thema pokok: "Pengukuhan Independensi GmnI serta Konsolidasi Organisasi". Hal lain yang patut dicatat dalam Kongres VI ini adalah penegasan kembali tentang Azas Marhaenisme yang tidak boleh dicabut oleh lembaga apapun juga, serta perubahan model kepemimpinan kearah kepemimpinan kolektif dalam bentuk lembaga Presidium.
 
Selain itu, Kongres VI mempunyai arti tersendiri bagi GmnI, sebab mulai saat itu telah terjadi regenerasi dalam keanggotaan GmnI, yang ditandai dengan munculnya sejumlah pimpinan basis dan cabang dari kalangan mahasiswa muda yang tidak terkait sama sekali dengan konflik internal PNI/FM di masa lalu.
 
Mengingat persoalan konsolidasi meliputi berbagai aspek, maka masalah yang sama dibahas pula dalam KONGRES VII GmnI di Medan tahun 1979. dalam Kongres VII ini kembali ditegaskan bahwa: Azas organisasi tidak boleh diubah, Independensi tetap ditegakkan, dan konsolidasi organisasi harus seimbang dengan konsolidasi ideologi.
 
Titik cerah bagi GmnI yang mulai bersinar di tahun 1979 ternyata tidak berlangsung lama. Intervensi kekuatan diluar GmnI, yang memang menginginkan GmnI lemah, dengan berpadu bersama 'interest pribadi' segelintir oknum pimpinan GmnI, telah mengundang malapetaka terhadap organisasi mahasiswa ini.
 
Kongres VIII GmnI yang sedianya akan diselenggarakan di Jogjakarta mengalami kegagalan karena diprotes oleh sejumlah cabang (Jakarta, Medan, Malang, Manado, Bandung, dan lain-lain), karena tercium indikasi kecurangan untuk memenangkan aspirasi pihak luar dalam Kongres VIII itu. tetapi usaha filtrasi dan perlemahan GmnI tetap berlangsung sewaktu KONGRES VIII GmnI di Lembang- Bandung tahun 1982.
 
Hanya dengan pengawalan ketat dari aparat negara Kongres VIII tersebut bisa berlangsung, dan dimenangkan oleh segelintir oknum pimpinan GmnI tadi, namun dampaknya bagi organisasi sangat besar sekali.
 
Presidium GmnI hasil Kongres VIII terpecah-belah, dan disusul perpecahan berangkai semua cabang. Program Kaderisasi, regenerasi akhirnya macet total.
 
KONGRES IX GmnI di Samarinda tahun 1985 gagal menampilkan wajah baru dalam struktur kepemimpinan GmnI, disamping kegagalan dalam proses pembaharuan pemikiran seta operasioniil program.
 
Perpecahan ini akhirnya menjalar ke berbagai struktur organisasi dan mencuat dalam KONGRES X GmnI di Salatiga tahun 1989, yang diwarnai kericuhan fisik. Dampak dari kegagalan regenerasi dan kaderisasi Kongres X akhirnya hanya menampilkan wajah lama dalam struktur kepemimpinan GmnI.
 
Dan yang lebih menyedihkan lagi, para oknum pimpinan GmnI di tingkat Pusat terjebak dengan kebiasaan saling "pecat-memecat". Identitas sebagai organisasi perjuangan menjadi luntur, sebab yang lebih menonjol justru perilaku sebagai "birokrat GmnI ". untuk mempertahankan status quo, dan sekaligus untuk melestarikan budaya tadi, oknum-oknum pimpinan pusat mulai mengintrodusiir apa yang disebut "Komunitas Baru GmnI " yang ditetapkan melalui deklarasi Jayagiri. Inilah cobaan yang terberat dihadapi GmnI. Sebab organisasi ini tidak hanya terperangkap dalam konflik kepentingan perorangan yang bersifat sesaat, tetapi juga mulai mengalami erosi idealisme, serta kegersangan  kreativitas dan inovasi.
 
Secara nasional formal, kesadaran untuk memperbaiki arah perjuangan tampaknya belum muncul. Pada KONGRES XI GmnI di Malang tahun 1992, kejadian di Salatiga kembali terulang. Sementara suara-suara cabang yang menuntut otonomi semakin nyaring dan meluas.
 
Kondisi ini kemudian melahirkan format baru dalam tata hubungan antar kader pejuang pemikir-pemikir pejuang yakni: hubungan kejuangan yang bersifat personal-fungsional. Sebab hubungan formal- institusional tidak efektif lagi.
 
"Perlawanan" cabang-cabang kembali dilakukan di KONGRES XII GmnI di Denpasar Bali tahun 1995, tetapi keberhasilan hanya pada tingkatan materi program. Dimana kemudian dikenal dan dimunculkan kembali di AD/ART mengenai Azas perjuangan "Sosialis Religius - Progressif Revolusioner" yang membuat banyak pihak terkejut-kejut, tetapi 'kekalahan' terjadi pada pertempuran perebutan pimpinan nasional yang kembali di-warnai oleh intervesi 'orang-orang lama' GmnI. Isu money-politics sangat kental di forum Kongres XII ini.
 
Disaat cabang-cabang kembali mulai menata diri, perpecahan kembali melanda Presidium hasil Kongres XII Bali, saling boikot dan intrik menjadi makanan utama sehari hari di sekretariat pusat GmnI Wisma Marinda. Pada saat itu cabang-cabang tidak ambil pusing dengan tetap bergerak menguatkan garis ideologi yang mulai kurang tersentuh. Dimulai dengan dialog dan pembongkaran wacana mengenai Marhaenisme di Jogja dan kemudian dilanjutkan di Surabaya 14-17 Juli 1998. cabang- cabang semakin memantapkan hubungan dengan tidak menghiraukan perpecahan yang terjadi di tingkat pusat.
 
Ketika terjadi pergerakan massiv mulai Mei 1998, cabang-cabang dapat 'berbicara banyak' di tingkat kota masing-masing, tetapi tidak begitu halnya dengan GmnI di tingkat nasional. Perubahan politik di tingkat nasional rupanya semakin 'tidak menyadarkan pimpinan GmnI '. Perpecahan ini memuncak saat beberapa oknum pimpinan GmnI ikut mendaftarkan diri menjadi calon legislatif PDI Perjuangan. Cabang-cabang bereaksi keras dengan menarik dukungannya terhadap pimpinan nasional saat itu.
 
Kongres XIII GmnI yang sedianya dilaksanakan di Kupang-NTT mendapatkan protes keras dari cabang-cabang karena prosesnya yang tidak konstitusionil dan penuh rekayasa; termasuk perilaku 'saling membubarkan' efek dari perpecahan Presidium. Akhirnya Kongres tersebut terselenggara dengan diboikot 19 cabang antara lain Medan, Bandung, Jogjakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Jember, Malang, Denpasar, Pontianak, Manado dll.
 
Perlawanan cabang-cabang atas tegaknya konstitusi GmnI terus diusahakan, lewat pertemuan- pertemuan antar Pimpinan Cabang di Malang, Surabaya, Jember, Semarang hingga Lokakarya Nasional GmnI di Solo Januari 2000 yang menghasilkan draft pemikiran pembaharuan GmnI untuk kembali ke azas Marhaenisme dan mencanangkan diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) GmnI untuk menjembatani segala perpecahan yang ada.
 
KLB GmnI, Februari 2001, dipenuhi nuansa / keinginan untuk pembaharuan oleh DPC-DPC. Semangat itu terakumulasi lewat rekomendasi untuk "rekonsiliasi" dengan kelompok "kupang". Pelan tapi pasti, semoga GmnI tetap jaya....!!
 
Hubungan interpersonal antar aktivis GmnI di cabang-cabang semakin erat dan muncul kerinduan kembali akan "Nilai Dasar Perjuangan" yang selama ini ditinggalkan.
 
Sanggupkah GmnI meraih kembali momentum yang jaya gemilang..?. Perjuangan kita persama yang akan menjawabnya.(end)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PENGERTIAN DASAR
GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA

SEBAGAI ORGANISASI PERJUANGAN

 
 
GmnI lahir dengan identitasnya yang hakiki sebagai "ORGANISASI PERJUANGAN" yang berlandaskan "Ajaran Sukarno". Untuk itu ada beberapa prinsip perjuangan yang harus tetap melekat dalam diri GmnI dan menjadi watak dasar perjuangan GmnI yakni:
 
GmnI berjuang untuk Rakyat.
 
GmnI berjuang bersama-sama Rakyat.
 

A. Makna "GERAKAN" Dalam Nama GmnI

 
GmnI adalah suatu organisasi Gerakan, atau dalam bahasa inggris disebut 'Movement'. Karena Gerakan GmnI dilakukan oleh sekelompok manusia yang berstatus 'Mahasiswa', maka GmnI disebut pula sebagai "Student Movement".
 
Adapun yang dimaksud dengan "Gerakan" adalah: Suatu usaha atau tindakan yang dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh sekelompok manusia, dengan menggunakan sumua potensi yang ia miliki (mis: sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dll), atau yang ada di dalam masyarakat dengan tujuan untuk melakukan pembaruan-pembaruan terhadap sistem masyarakat, agar terwujud suatu tatanan masyarakat yang dicita-citakan bersama.
 

B. GmnI; Organisasi Perjuangan dan Perjuangan Terorganisir

 
GmnI merupakan Organisasi Perjuangan dan Gerakan Perjuangan Terorganisir. Artinya, gerakan Perjuangan harus menjadi Jiwa, Semangat atau Roh GmnI. Dan segala tindak perjuangan GmnI harus terorganisir yakni senantiasa mengacu pada Doktrin Perjuangan yang menjadi azas GmnI.
 

C. Tujuan Perjuangan GmnI

 
Sebagai Organisasi gerakan Perjuangan, yang menjadi Tujuan Perjuangan GmnI adalah: Mendidik kader bangsa mewujudkan masyarakat Pancasila sesuai dengan amanat UUD 1945 yang sejati. Sebab dalam keyakinan GmnI, hanya dalam masyarakat Pancasila yang sejati, Kaum Marhaen dapat diselamatkan dari bencana kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan terhindar dari berbagai bentuk penindasan.
 

D. GmnI Bersifat Independen

 
GmnI adalah organisasi yang independen dan berwatak kerakyatan. Artinya, GmnI tidak beraffiliasi pada kekuatan politik manapun, dan berdaulat penuhdengan prinsip percaya [ada kekuatan diri sendiri.
Independensi bukan berarti netral, sebab GmnI senantiasa proaktif dalam perjuangan sesuai dengan Azas dan Doktrin Perjuangan yang ia jalankan. Walaupun demikian, GmnI tidak independen dari Kaum Marhaen serta Kepentingan Kaum Marhaen.
 

E. Makna "MAHASISWA" Dalam GmnI

 
GmnI adalah organisasi Mahasiswa. Sebagai konsekwensi dari sifat ini, maka yang boleh menjadi anggota GmnI hanya mereka yang berstatus mahasiswa. Namun demikian tidak semua mahasiswa dapat menjadi anggota GmnI, sebab yang dapat menjadi anggota GmnI hanya mereka yang mau berjuang, atau Insan Mahasiswa Pejuang. Tentu yang dimaksud dengan Mahasiswa Pejuang disini adalah mereka yang berjuang atas dasar Ajaran Sukarno.
 

F. Makna "NASIONAL" Dalam GmnI

 
GmnI adalah organisasi yang berlingkup nasional. Artinya bukan organisasi kedaerahan, keagamaan, kesukuan, atau golongan yang bersifat terbatas. Makna Nasional juga mengandung pengertian bahwa yang diperjuangkan oleh GmnI adalah kepentingan Nasional. Sebagai organisasi yang berwatak Nasionalis, maka Nasionalisme GmnI jelas adalah Nasionalisme Pancasila.
 

G. GmnI Adalah Organisasi Kader Sekaligus Organisasi Massa

 
GmnI adalah organisasi Kader sekaligus organisasi Massa, artinya GmnI merupakan wadah pembinaan kader-kader pejuang bangsa; dan dalam perjuangannya itu, kader GmnI senantiasa menyatu dengan berjuta-juta massa Marhaen. GmnI tidak berjuang sendirian, tetapi harus bersama- sama dan untuk seluruh rakyat, sebab Doktrin Perjuangan GmnI menggariskan demikian.(end)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

AZAS DAN DOKTRIN PERDJOEANGAN

GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA
 
 
Sebagai organisasi Gerakan Perjuangan, GmnI mempunyai Azas dan Doktrin Perjuangan, yang menjadi Landasan serta Penuntun Arah Perjuangan GmnI.
 
Azas dan Doktrin Perjuangan GmnI adalah:
 
  1. PANCASILA
  2. UNDANG-UNDANG DASAR 1945
  3. MARHAENISME
  4. PANCALOGI GmnI
 

I. PANCASILA

  • Ketuhanan Yang Maha Esa
  • Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
  • Persatuan Indonesia
  • Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  • Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
 
Keterangan:
Agar dapat memahami Pancasila secara benar dan mendalam setiap anggota wajib membaca:
 
  • "LAHIRNYA PANCASILA", Pidato Ir. Sukarno pada tanggal 1 Juni 1945
  • "PANCASILA DASAR NEGARA", Kuliah Pancasila yang disampaikan oleh Bung Karno di Istana Negara.
  • "MEMBANGUN DUNIA BARU", Pidato Presiden Sukarno didepan sidang Majelis Umum PBB tahun 1960.
 

II. UNDANG UNDANG DASAR 1945

 

PEMBUKAAN

 
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
 
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
 
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
 
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
 
Dari Pembukaan UUD 1945, ada beberapa hal yang patut dipahami oleh setiap Anggota GmnI, antara lain:
 
Pokok perjuangan bangsa Indonesia adalah menghapuskan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
 
Perjuangan tersebut sesungguhnya merubakan berkat dari Allah Yang Maha Kuasa.
 
Negara berfungsi sebagai:
>> Perumahan' bangsa yang memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat dan seluruh wilayah Republik Indonesia.
>> Alat perjuangan untuk menuju terwujudnya cita-cita nasional yakni: Masyarakat adil dan makmur di tengah dunia yang tanpa penindasan.
 

III. MARHAENISME

  • KETUHANAN YANG MAHA ESA
  • SOSIO NASIONALISME
  • SOSIO DEMOKRASI
 
  • BERJUANG UNTUK RAKYAT
  • BERJUANG BERSAMA-SAMA RAKYAT
 
 
Pidato Bung Karno didepan Konferensi PARTINDO, Mataram 1933

TENTANG MARHAEN, MARHAENIS, MARHAENISME

 
Marhaenisme yaitu Sosio Nasionalisme dan Sosio Demokrasi
 
Marhaen yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain.
 
Partindo memakai perkataan Marhaen, dan tidak proletar oleh karena perkataan proletar sudah termaktub didalam perkataan Marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu bisa diartikan bahwa kaum tani dan kaum lain-lain kaum melarat tidak termaktub didalamnya.
 
Karena Partindo berkeyakinan bahwa didalam perjoangan, kaum melarat Indonesia lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemennya (bagian-bagiannya), maka Partindo memakai perkataan Marhaen itu.
 
Di dalam perjuangan kaum Marhaen, maka Partindo berkeyakinan bahwa kaum Proletar mengambil bagian yang paling besar sekali.
 
Marhaenisme adalah Azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.
 
Marhaenisme adalah pula Cara Perjoangan untuk mencapai susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya harus suatu cara perjoangan yang Revolusioner.
 
Jadi Marhaenisme adalah: cara Perjoangan dan Azas yang ditujukan terhadap hilangnya tiap- tiap Kapitalisme dan Imperialisme.
 
Marhaenisme adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia yang menjalankan Marhaenisme.
 
 
Pidato Bung Karno didepan Konferensi Besar GmnI, Kaliurang 1959
HILANGKAN STERILITEIT DALAM GERAKAN MAHASISWA
 
"Bagi saya Azas Marhaenisme adalah Azas yang paling cocok untuk Gerakan Rakyat Indonesia"
Rumusannya adalah:
 
Marhaenisme adalah Azas yang menghendaki susunan masyarakat yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.
 
Marhaenisme cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum marhaen pada umumnya.
 
Marhaenisme adalah, dus azas dan cara perjuangan "tegelijk" menuju kepada hilangnya Kapitalisme, Imperialisme dan Kolonialisme.
 
Secara positif, maka Marhaenisme saya namakan juga SOSIO NASIONALISME dan SOSIO DEMOKRASI; karena Nasionalismenya Kaum Marhaen adalah Nasionalisme yang Sosial Bewust, dan karenanya Demokrasinya Kaum Marhaen adalah Demokrasi yang Sosial Bewust-pula.
 
Dan Siapakah yang saya namakan Kaum Marhaen itu ??
Yang saya namakan Kaum Marhaen itu adalah : Setiap Rakyat Indonesia yang melarat atau lebih tepat, yang dimelaratkan oleh Sistem Kapitalisme, Imperialisme, dan Kolonialisme.
 
Kaum Marhaen terdiri dari tiga unsur
Pertama: Unsur Kaum Proletar (Buruh)
Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia
Ketiga : Kaum Melarat Indonesia yang lain-lain.
 
Dan Siapakah yang saya maksud dengan kaum Marhaenis ??
kaum Marhaenis adalah "setiap pejuang dan setiap patriot bangsa":
-. Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu dan
-. Yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan Sistem kapitalisme, Imperialisme, dan Kolonialisme, dan
-. Yang bersama-sama dengan massa marhaen membangun negara dan masyarakat yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.
 
Pokoknya ialah, bahwa Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan Marhaenisme yang saya jelaskan tadi.
Cam-kan benar-benar !! Setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen.
 
 

IV. PANCALOGI GmnI

  1. I D E O L O G I
  2. R E V O L U S I
  3. O R G A N I S A S I
  4. S T U D I
  5. I N T E G R A S I
 
Penjelasan:
Kelima prinsip diatas harus menjadi jatidiri bagi perjuangan setiap anggota GmnI
 
Ideologi artinya, perjuangan setiap anggota GmnI harus dilandaskan pada Ideologi yang menjadi Azas dan Doktrin Perjuangan GmnI, sebab ideologi merupakan acuan pokok dalam penentuan format dan pola operasional pergerakan.
 
Revolusi artinya, perjuangan setiap anggota GmnI harus berorientasi pada perombakan susunan masyarakat secara revolusioner. Revolusi bukan berarti pertumpahan darah, tetapi dalam pengertian pemikiran.
 
Organisasi artinya, perjuangan GmnI adalah perjuangan yang terorganisir, sesuai dengan azas dan doktrin perjuangan GmnI.
 
Studi artinya, sebagai organisasi mahasiswa, maka titik berat perjuangan GmnI adalah pada aspek studi. Amanat Penderitaan Rakyat harus dijadikan titik sentral dalam pendorong upaya studi ini.
 
Integrasi artinya, Perjuangan GmnI senantiasa tidak terlepas dari Perjuangan Rakyat Semesta. Setiap warga GmnI harus selalu berada ditengah-tengan Rakyat yang berjuang.
 
 
 
 
 
 
 
 
 

ATRIBUT ORGANISASI GmnI

 
 
Sebagai satu organisasi GmnI mempunyai sejumlah Atribut Organisasi, yang berfungsi sebagai:
 
Alat untuk membangkitkan semangat Korps dan sekaligus sebagai alat untuk menggambarkan Nilai-Nilai Dasar yang terkandung dalam Doktrin Perjuangan GmnI.
 
Sarana untuk mengenalkan diri kepada pihak lain.
 
Atribut GmnI terdiri dari:
  1. Panji/bendera GmnI
  2. Lambang/Simbol GmnI
  3. Logo GmnI
  4. Jaket GmnI
  5. Peci GmnI
  6. Mars GmnI
  7. Hymne GmnI
  8. Motto GmnI
 
1. Panji/bendera GmnI
Panji/Bendera GmnI berbentuk empat persegi, dengan komposisi warna MERAH - PUTIH - MERAH, tegak vertikal, perbandingan tiap warna masing-masing 1/3 (satu per tiga) dari panjang Panji/Bendera.
Lebar Bendera 2/3 (dua per tiga) dari ukuran Panjang. Pada dasar Putih, terdapat lukisan lambang GmnI (Bintang Merah beserta Kepala Banteng Hitam), serta dibawah bintang tertulis logo GmnI.
 
Khusus Panji:
Panjang 100 cm, Lebar 90 cm, pada tiap pinggir dilengkapi dengan rumbai berwarna Kuning Emas, panjang rumbai 10 cm. Selain itu Panji dilengkapi dengan tongkat Panji dan Tali hias warna Kuning. Panjang tongkat 2 meter dengan warna kayu asli.
 
Lebih lengkap tentang fisik Panji/bendera lihat peraturan organisasi mengenai Panji/Bendera.
 
2. Lambang/Simbol GmnI
Lambang GmnI berbentuk Perisai bersudut enam, atau tiga sudut diatas, dan tiga sudut dibagian bawah. Komposisi warna dua bidang Merah mengapit bidang Putih, tegak vertikal. Di tengah perisai terdapat lukisan Bintang Merah dengan Kepala Banteng Hitam sebagai pusat. Dibawah Bintang terdapat l