Sabtu, 01 Oktober 2011

Tumpas Pemberontakan PKI Madiun dalam Dua Minggu


Penumpasan pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, tak lepas dari peran penting Panglima Besar Jenderal Soedirman. Pas tangal 18 September 1948, saat matahari condong ke barat, kabar itu sampai ke pemerintah pusat di Yogyakarta. Kabar gawat, yang mewartakan meletusnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun.
Saat berita itu tiba di Istana (waktu itu dikenal dengan sebutan Gedung Agung), Panglima Soedirman tengah berada di Magelang. Yang pegang kendali ketika itu adalah Kolonel AH Nasution selaku Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Dialah yang segera dipanggil Presiden Sukarno menghadapnya di Gedung Agung.
Kepada Presiden Sukarno, ia memaparkan rencana operasi penumpasan pemberontakan PKI di Madiun. Di sela-sela rapat di Gedung Agung, yang antara lain juga dihadiri Menko Keamanan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Segera setelah tuntas Nasution memaparkan konsep penumpasan pemberontaka, berkata Bung Karno, “Sebagai seorang yang telah berbulan-bulan langsung berhadapan dengan PKI, baik sebagai pejabat maupun pribadi, saya dapat konsepsikan dengan segera rencana pokok untuk menindak PKI.”
Tak lama, keluarlah keputusan presiden. Intinya, berupa perintah kepadaa Angkatan Perang Republik Indonesia untuk menyelamatkan pemerintah dalam menindak pemberontakan, dan menangkap tokoh-tokohnya, serta membubarkan organisasi-organisasi pendukungnya, atau simpatisannya.
Sidang kabinet untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun itu hanya berlangsung kurang dari setengah jam. Setelah itu, Presiden Sukarno menyerahkan mandat pelaksanaanya kepada Jenderal Soedirman. Sementara, untuk pelaksanaannya, Nasution masih menunggu sidang kabinet, yang rencananya baru akan digelar menjelang tengah malam.
Nah, pada sidang kabinet itu, Jenderal Soedirman sudah hadir. Tidak banyak perdebatan dalam sidang kabinet yang membahas penumpasan pemberontakan PKI di Madiun. Hanya Haji Agus Salim saja yang berkomentar. Katanya, “Kalau sudah begini, tentulah menjadi tugas tentara.” Sidang itu hanya berlangsung beberapa menit untuk kemudian memutuskan penumpasan pemberontakan tadi.
Jenderal Soedirman segera menugaskan Kolonel Nasution dan Letkol Soeharto Komandan Brigade X untuk bergerak pada malam itu juga, dan menyampaikan laporannya keesokan harinya. Maka malam itu juga, tentara berhasil melucuti persenjataan Front Demokrasi Rakyat Yogyakarta. Di samping itu, menangkapi sejumlah pentolan yang berafiliasi ke PKI, seperti Alimin, Djoko Sudjono, Abdulmadjid, Tan Ling Djie, Sakirman, dan Siauw Giok Tjan.
Semua penerbitan yang berafiliasi ke PKI juga diberangus, percetakannya disegel. Poster-poster dan spanduk-spanduk Front Demokrasi Rakyat dibersihkan, dan diganti poster-poster bertuliskan, “Kami hanya mengakui pemerintah Sukarno-Hatta”. Keseluruhan operasi itu selsai sebelum ayam berkokok. Persis sesuai instruksi Jenderal Soedirman.
Pagi hari menjelang siang, Jenderal Soedirman sudah menerima laporan lengkap dari Kolonel Nasution dan Letkol Soeharto. Setelah itu, dilanjutkan Rapat Dewan Siasat Militer. Panglima Soedirman kemudian mengeluarkan keputusan-keputusannya. Antara lain, mengangkat Kolonel Sungkono sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur. Ia mengirim Brigade II Siliwangi di bawah pimpina Letnan Kolonel Sadikin, guna merebut kembali Madiun. Sedangkan Letnan Kolonel Koesno Oetomo memimpin Brigade I Siliwangi buat merebut Purwodadi, Blora, Pati, dan Kudus.
Keseluruhan operasi penumpasan pemberontakan PKI Madiun itu hanya diberi waktu dua minggu. Prajurit tuntas mengemban tugas, hingga tertangkapnya semua pentolan PKI, bahkan hingga ke eksek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar